SENIMAN SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL

Kesenimanan.
Yang dimaksud seniman di dalam pembahasan ini bukanlah sekedar istilah sebagaimana yang biasa dipergunakan oleh siapa saja yang merasa bisa melakukan kegiatan seni tertentu. Seperti misalnya orang yang bisa menari, bisa menabuh gender, atau bahkan tukang ngamen yang sering menyebut dirinya seniman jalanan. Dalam pembahasan ini berusaha melihat seniman lebih sebagai disiplin. Dan oleh karena itu maka predikat seniman mengandung pertanggung jawaban serta konsekuensi profesi yang tidak dapat dimiliki oleh setiap orang. Bahkan oleh mereka-mereka yang telah lama hidup di dunia seni sekalipun. Apalagi dengan semakin berkembangnya spesifikasi kajian dalam ilmu pengetahuan termasuk dalam hal ini seni, mengembangkan pula bidang-bidang keahlian/profesi dalam disiplinnya. Dalam seni misalnya ada yang disebut kritikus seni, peneliti seni, seniman. guru/ pelatih seni, dst.
Menurut penulis predikat seniman hanyalah dapat diberikan kepada mereka yang memiliki kriteria tertentu setidaknya ada 2 kriteria: teknis dan bobot. Kriteria teknis menuntut bahwa yang "berhak" menyandang predikat seniman adalah mereka yang memiliki kepekaan lebih dari orang kebanyakan serta memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dalam bentuk karya (seni). Dalam kondisi umum aspek kepekaan ini bisa dimiliki oleh siapa saja, namun dalam tingkatan yang mumpuni, universalitas dan memiliki bobot nilai estetik seorang seniman adalah lebih terlatih. Namun, walaupun memiliki kepekaan sedemikian itu apabila tidak dapat merealisasikan ke dalam simbol-simbol ungkapan yang disebut sebagai karya seni maka kepekaan itu hanya menghasilkan lamunan atau imajinasi belaka. Oleh karenanya disamping kepekaan yang lebih, seorang seniman adalah juga yang memiliki kemampuan mengungkapkan gagasannya kedalam ujud sebagai karya (seni).
Dalam kedua kegiatan tersebut senjata utama seorang seniman adalah tafsir. kerja seorang seniman pada dasarnya adalah menafsirkan segala sesuatu yang masuk ke dalam lingkungan pengalamannya untuk mendapatkan nilai dan makna suatu "subject matter" (istilah yang digunakan Doris Humphrey), yang kemudian menafsirkannya ke dalam bentuk-bentuk ungkapan menggunakan medium Yang paling diakrabinya.
Kriteria bobot berkenaan dengan kuantitas dan kualitas dari aktivitas yang dilakukan seniman. Secara kuantitas kita pasti menjadi ragu, enggan menyatakan seseorang itu seniman apabila selama hidupnya la hanya menghasilkan 1 buah karya saja. Dalam hal ini penekanannya adalah adanya kontinyuitas kegiatan yang dimungkinkan dapat mencerminkan komitmennya dalam berkarya. Atau kalau dia seorang penyaji, ya, bukan hanya kadang-kadang saja pentas. Namun demikian, prediksi seniman tidak hanya ditentukan oleh banyaknya karya yang diciptakan.
Kualitas dari karya - karya yang diciptakan juga akan menentukan kriteria bobot kesenimanannya. Integritas pribadi, sikap budaya. kematangan tehnik, kecermatan dan kecemerlangan wawasan, semuanya merupakan akses-akses kegiatan yang akan menghasilkan apa yang dimaksud kualitas tersebut. Demikian pula setiap karya yang diciptakan oleh apa yang disebut seniman dalam tulisan ini diikuti tuntutan adanva pembaruan, kedalaman, keluasan (inovatif, ekspresif, kreatif) tafsir. Dan sudah barang tentu mampu pula rnemberikan makna bagi kehidupan lingkungan/masyarakatnya.
Pola Tindakan Seniman Dalam Bermasyarakat.
Pada kenyataannya dalam kehiduan sehari-harinya "seniman" juga adalah anggota masyarakat. Apabila dikatakan bahwa masyarakat itu subyeknya adalah sekumpulan orang, maka keberadaan seniman dalam struktur sosial tidak terlepas dari konsepsinya sebagai individual dan kelompok (masyarakat). Baik dalam statusnya sebagai seniman yang bersifat orang perseorangan ataupun sebagai bagian dari kelompok, segala aktivitasnya tidak akan terlepas dari kerangka struktur masyarakat secara umum. Aktivitas yang dilakukan secara individual ataupun kelompok membentuk tipe tindakan yang akan diikuti pula oleh pola perilakunya.
Di bawah ini digambarkan bagan pola-pola yang dihasilkan oleh aktivitas individu maupun kelompok oleh J.A.A. van Doom & C. J. Lammers (1959) yang dicuplik oleh Pudjiwati Sajogyo (1985:49).


Struktur Sosial Ganda Seniman.
Dalam sub bahasan ini akan saya coba terapkan bagaimana posisi struktural kerangka tindakan seniman sebagai yang digambarkan dalam bagan di atas. Sebelumnya perlu diingat kembali di sini bahwa bagaimanapun juga seniman selalu berada dalam dua posisi. Yaitu sebagai individu/perorangan dan integrasi individunya sebagai kelompok sosial.
Struktur Sosial Dalam Perilaku Individu/Perorangan
Sebagai individu yang berada dalam struktur sosial spesifiksi/profesinya sebagai seniman akan sangat mewarnai pola tindakannya.
1. Jika dilihat dari sisi obyektivitas (pengamatan dari luar diri seniman), tindakan seniman yang berupa kegiatan/aktivitas adalah berhubungan dengan kekaryaan (seni). Ini dapat diamati dari aktivitas tafsir seperti yang telah dikemukakan pada sub bahasan pertama. aktivitas kekaryaan ini diikuti dengan perilaku-perilaku yang spesifik dari seniman seperti halnya mencari inspirasi/ide, bekerja di studio, penampilan dalam forum penyajian, ataupun perilaku lain yang sering dianggap aneh oleh masyarakat umum.
2. Secara subyektif (pengamatan dari diri si seniman) tindakan-tindakan berkeseniannya adalah merupakan aktivitas psikis. Misalnya, proses imajinasi, penafsiran, pereka-rekaan, dan sebagainya. Yang pada akhirnya proses tersebut akan diakhiri dengan sikap untuk menentukan apa yang terbaik dan paling efektif untuk mewujudkan gagasannya ke dalam bentuk ungkapan (sebagai karya seni). Sikap kekaryaan ini bisa berkembang pada suatu sikap budaya yang pada akhkirnya juga akan membangun integritas kesenimannya.
Struktur_Sosial Dalam Perilaku Kelonpok_Sosial
Pada awal pembahasan telah disebutkan bahwa tafsir merupakan senjata utama seniman, Maka meskipun posisinya berada dalam kelompok sosial seorang seniman sering membuat jarak, atau (sudah barang tentu) juga melakukan integrasi dengan kelompoknya. Karena dengan jarak ataupun integrasi ini, la akan bisa memperoleh pengamatan terhadap lingkungan sosial itu sendiri.
3. Dari pandangan obyektif akan diakui bahwa seniman adalah merupakan salah satu integritas yang ada dalam kelompok sosial (disamping integritas profesi yang lain). Dalam kondisi sedemikian maka tindakan seniman dengan kelompok sosialnva lebih bersifat interaktif. Seniman memperoleh wacana-wacana dan memberikan "sesuatu" kepada kelompok sosialnya sebaliknya kelompok sosial akan mernberikan inspirasi dan legitimasi. Interaksi ini menjadi pola perilaku yang menetap dimana jalinan antar kelompok integritas/profesi maupun dengan kelompok yang lebih besar bersifat relasi.
4 Dilihat secara subyektif maka posisi seniman adalah sebagai anggota kelompok sosial. Dengan itu maka tindakannya dengan sesama anggota kelompok akan bersifat komunikatif. Ia tidak lagi dalam wahana interaksi akan tetapi pola perilakunva lebih mencerminkan sebuah hubungan sosial. Status individualnya, baik sebagai seniman ataupun sebagai anggota masyarakat terlibat dalam kondisi, situasi, peristiwa dalam lingkungan sosialnva yang suatu saat mungkin bisa juga menjadi "subject matter".
Sebagai penutup dapat ditambahkan bahwa kuat lemahnya pola struktur sosial seniman ini akan tergantung pada kemantapan integritas kesenimanan seseorang. Karena demikian memudar karakteristik kesenimanan tersebut maka karakteristik pola tindakan seperti dibahas di atas Juga akan berubah
by : Kikana